Untuk melengkapi tugas final
Disusun Oleh;
MUHAMMAD IQBAL
1.
Jelaskan jenis-jenis Korupsi menurut KPK?
2. Uraikan
pendapat anda terhadap KPK dalam usaha pemberantasan korupsi?
3. Apakah
peran yang akan anda lakukan untuk memberantas korupsi di lingkungan anda?
Korupsi memiliki
jenis-jenis tertentu. Menurut KPK, berdasarkan Undang-undang nomor 31 tahun
1999 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001, maka tindak Pidana Korupsi itu dapat
dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan Korupsi Pasif, Adapun yang
dimaksud dengan Korupsi Aktif adalah sebagai berikut : Secara melawan hukum
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999). Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi
yang menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan keuangan
Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).
Memberi hadiah Kepada
Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada
jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat
pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999).
Percobaan
pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak pidana Korupsi (Pasal
15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001). Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
pegawai negeri atau Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya
(Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001).
Memberi sesuatu
kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena atau berhubung dengan
sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan
dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tagun 2001). Memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001).
Pemborong, ahli
bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan bangunan yang pada
waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan negara dalam keadaan
perang (Pasal (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001).
Setiap orang yang
bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan,sengaja
membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat
(1) huruf b Undang-undang Nomor 20 tahun 2001). Setiap orang yang pada waktu
menyerahkan barang keperluan Tentara nasional Indonesia atau Kepolisian negara
Reublik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan
keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001). Setiap orrang yang bertugas mengawasi penyerahan barang
keperluan Tentara nasional indpnesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia
dengan sengaja mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c
(pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001).
Pegawai negeri atau
selain pegawai negeri yyang di tugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara
terus-menerus atau untuk sementara waktu,dengan sengaja menggelapkan uang atau
mebiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang
lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001). Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi
tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara
waktu,dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus pemeriksaan
administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001).
Pegawai negeri atau
orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum
secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja
menggelapkanmenghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak dapat dipakai barang,akta,surat
atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat
yang berwenang yang dikuasai karena jabatannya atau membiarkan orang lain
menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau membuat tidak dapat dipakai
barang,akta,surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang Nomor 20 tahun
2001)
Pegawai negeri atau
Penyelenggara Negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan
sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-undang Nomor 20 tahun 2001). Pada
waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong pembayaran kepada
pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut
mempunyai hutang kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan mrupakan
hutang (huruf f).
Pada waktu
menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang
seplah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal diketahui bahwa hal tersebut
bukan merupakan hutang (huruf g). Pada waktu menjalankan tugas telah
menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai,seolah-olah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan,telah merugikan orang yang berhak,apadahal
diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan atau baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja
turut serta dalam pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat dilakukan
perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya (huruf i).
Memberi hadiah kepada
pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada
jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat
pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).
Sedangkan Korupsi
Pasif adalah Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian
atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 tahun
2001). Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk mepengaruhi
nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan
kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 20 Tahun
2001).
Orang yang menerima
penyerahan bahan atau keparluan tentara nasional indonesia, atau kepolisisan
negara republik indonesia yang mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a atau c Undang-undang nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat
(2) Undang-undang nomor 20 tahun 2001). Pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diketahui
atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan utnuk mengerakkan
agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya,atau sebaga akibat atau disebabkan karena telah melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya (pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang nomor 20 tahun 2001). Hakim
yang enerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang
diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c Undang-undang nomor 20
tahun 2001).
Advokat yang menerima
hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga,bahwa hadiah atau janji
itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat uang diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan
kepada pengadilan untuk diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang nomor 20 tahun
2001). Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi
yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban
atau tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20
tahun 2001).
Terkait dengan sistem
hukum penanggulangan tindak pidana kejahatan korupsi, keberadaan Komisi
Pemberantasan Korupsi telah menjadi ikon nasional dan internasional di
Indonesia. Bilamana pada masa lalu, ketentuan normatif mengenai pemberantasan
tindak pidana korupsi telah dipandang kurang lengkap peraturan hukumnya. Oleh
karena ketiadaan lembaga penegak hukum khusus (Special Task Force for Combating
Corrution) menjadi penyebab utama penegakan hukum tindak pidana korupsi menjadi
tidak fektif.
Karena itu, urgensi
dibentuknya KPK, melalui UU No 20 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi diharapkan dapat mewujudkan masyarakat yang adil da
makmur dsan sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dengan memberikan
amanah dan tanggungjawab kepada KPK untuk melakukan peningkatan pemberantasan
tindak pidana korupsi, lebih profesional, intensif, tindak pidana korupsi telah
merugikan keuangan negara, dan juga menghambat pembangunan nasional.
Kedudukan KPK sebagai
institusi hukum yang strategis oleh karena memiliki kewenangan lebih kredible
dan profesional UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Pertama, status dan sifat serta kewenangan KPK sebagai lembaga negara
yang dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari
pengaruh kekuasaan manapun (pasal 3). Kedua, KPK secara khusus dibentuk dengan
tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan
korupsi (pasal 4).
Ketiga, asas-asas
yang dipergunakan KPK dalam menjalan tugasnya yaitu, kepastian hukum,
keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas. Keempat, kewenangan
KPK yang melebihi penegak hukum konvensional adalah terletak pada pasal enam
(6) yaitu KPK mempunyai tugas, (a) kordinasi dengan instansi yang berwewenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; (b) supervisi terhadap instans
yang berwewenang dalam melakukan pemberantasan korupsi (c), melakukan
penyelidikan dan penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, (d)
melakukan tidakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan (e) melakukan monitor
terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dari ketentuan UU
inilah kemudian timbul kesan bahwa KPK dalam kaitannya dengan kompetensi tugas
dan fungsi di lapangan dipandang sebagai Lembaga Negara Terkuat (Super Body).
Status dan sifat KPK yang terkesan Super Body tersebut antara lain dikarenakan
tiga ciri dominan. Pertama, KPK sebagai lembaga Negara (Special State Agency)
yang secara khusus melakukan tugas dalam tindakan pidana korupsi. Kedua,
keberadaan KPK melebehi peran dan fungsi yang berada pada lembaga penegak
hukum, antara Polisi, Kejaksaan, dan bahkan dengan lembaga-lembaga negara
lainnya.
KPK memiliki
kewenangan untuk tidak saja melakukan kordinasi dan supervisi dengan institusi
penegak hukum dan lembaga negara lainnya dalam tindak pidana korupsi. Ketiga,
KPK dapat menyatukan tugas dan fungsi yang berada dalam kewenangan Kepolisian
untuk penyelidikan dan penyidikan, Kejaksaan dalam hal penyidikan dan
penuntutan. KPK dalam (pasal 11) membatasi segala tugas dan kewenanganya
terhadap kasus kerugian negara dengan mominal RP 1.000.000.000,- (Satu Milyar).
Namun, tiadanya sanksi hukuman yang lebih berat, seperti adanya hukuman mati
diberlakukan berbagai negara seperti China adalah merupakan alat pengerem
kejahatan korupsi juga termurah yang melemahkan keberadaan UU KPK
(Kamri,2005:50).
Sungguh
memprihatinkan ketika penegakan hukum, khususnya kepolisian, kejaksaan, dan
pengadilan tidak kompak dalam melaksanakan tugasnya menerapkan hukum terhadap
suatu kasus yang sedang dimimpikan masyarakat. Dalam suatu harian Mahfud MD
dengan tegas menyoroti kasus pembebasan Adeline Lies oleh pengadilan di Medan,
Sumatra Utara, dan berikutnya dilepaskan segera setelah putusan itu dikeluarkan
merupakan pelecehan terhadap penegakan hukum Indonesia. Sehingga tidaklah
mengherankan sekiranya peristiwa pembebasan Adeline telah menorehkan sejarah
kelam penegakan hukum di era Kabinet
Indonesia bersatu.
Tepat jika terdapat
pendapat, yang menyarankan agar Polri harus bersabar akan persitiwa itu.
Bukankah tahun 2007, awal untuk menangkap Adeline, harus menggunakan Red
Notice, Interpol, dimana keduataan RI yang berada di RRC turut serta terlibat
dalam proses penangkapan.
Ada upaya yang perlu
dilakukan untuk mencegah terjadinya korupsi di lingkungan sekitar misalnya.
Dari hal-hal yang sangat sederhana dan sesuai dengan situasi dan kondisi.
Ketika berhadapan dengan orang dewasa, tentu tidak mudah jika mekanismenya di
laksankan begitu saja. Ada perasaan tersinggung, sakit hati, dan tidak jarang
marah. Maka dibutuhkan pendekatan-pendekan yang lebih lebut. Misalnya mengajak
berdiskusi dan bertukar wacana.
Dengan anak-anak
misalnya dapat kita lakukan dengan memberikan pesan-pesan dan pembelajaran
sejak dini tentang bahaya dan dampak korupsi.
Sumber :
http://www.kajianpustaka.com/2013/08/pengertian-model-bentuk-jenis-korupsi.html
http://acch.kpk.go.id/statistik-penanganan-tindak-pidana-korupsi-berdasarkan-jenis-perkara
http://www.malaqbi.com/view_news.php?id=Menakar-Kinerja-KPK-Jilid-III
No comments:
Post a Comment